Reporter: Muhammad
blokBojonegoro.com - Sejak dahulu kala, ketika warga mempunyai hajatan, lauk utama di bagian atas berkat adalah ranggit. Lauk yang terkenal untuk warga yang mempunyai penghasilan rata-rata tinggi itu telah mulai hilang.
Bergeser ke tahun 2000 an, banyak warga telah mengusahakan lauk ranggit, walupun tergolong tidak kaya atau kalangan biasa. Sebab, ranggit telah menjadi semacam identitas lauk idola untuk hajatan pernikahan (walimatul ursy), tasyakuran khitanan maupun syukuran kehamilan.
[Baca Juga: KULINER D'KONCO CAFE https://blokbojonegoro.com/2025/08/10/bingung-tempat-acara-di-bojonegoro-d-konco-cafe-jawabnya/]
Ranggit menjadi lauk utama untuk menemani nasi, mie, kacang atau kering tempe. Selain itu terkadang masih ditambah dengan telur bulat utuh yang direbus.
Mungkin karena terlalu susah dalam pembuatannya, sehingga ranggit diganti sate tusuk biasa. Baik yang dibakar maupun sekadar digoreng.
Cara membuat ranggit kenapa dibilang susah atau ribet, sebab daging sapi kualitas bagus harus diiris tipis memanjang. Setelah itu diberi bumbu rempah-rempah yang banyak dan selanjut dimarinasi beberapa saat.
Setelah dianggap sudah cukup empuk, maka baru ditusuk dengan cara dililitkan ke dua kayu bambu (tusuk sate). Secara bergantian dari bawah sampai atas dengan pola seperti angka delapan dalam proses melilitkannya. Ketika sudah banyak yang jadi bentuk tusukan daging, baru digoreng dengan durasi lama hingga warga kecokelatan.
"Untuk satu ranggit, membutuhkan banyak daging. Untuk 300 tusuk ranggit, minimal butuh 15 kilogram (kg) daging sapi," kata salah satu warga Desa Sarangan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Umayah.
Karena butuh daging cukup banyak dan proses rumit, ranggit mulai ditinggalkan dan diganti lauk lapis daging, ayam maupun telur. Biasanya ranggit sering dipakai lauk untuk hajatan warga di Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro dan sekitarnya. [mad]
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published