Reporter: Muhammad
blokBojonegoro.com - Suara hening tampak menyelimuti gedung tempat pemberian penghargaan kepada 12 Penyuluh Agama Islam terbaik dalam ajang PENAIS (Penerangan Agama Islam) Award 2025. Acara berlangsung di Jakarta, Senin (25/8/2025) malam.
Saat sampai pada kategori ke 3 dari total 9 kategori, tepatnya Penyuluh Agama Islam Kategori Kesehatan Masyarakat, nama Khotimatul Husna disebut. Sontak, ucapan syukur langsung meluncur dari bibir alumni Pondok Pesantren (Ponpes) Attanwir, Talun, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
[Baca Juga: https://blokbojonegoro.com/2025/08/26/alumni-ponpes-attanwir-raih-penais-award-2025-inilah-12-penyuluh-agama-islam-prestasi/]
Mbak Khotim, panggilan akrab perempuan kelahiran Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Bojonegoro itu mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebab, mantan Ketua PW Fatayat NU DIY itu telah tinggal lama di Kapanewon, Banguntapan, Bantul, DIY.
Dengan Program Edukasi Remaja “Gercep Penting Plus” untuk Pencegahan Stunting dan Kawin Anak di Kapanewon Banguntapan, Bantul, DIY”, Mbak Khotim menyisihkan ribuan penyuluh se Indonesia yang mengambil kategori tersebut. Dari total 28.000 penyeluh se Indonesia, sebanyak 90 Penyuluh Agama Islam terpilih sebagai finalis dalam sembilan kategori. Dari jumlah itu, 9 orang ditetapkan sebagai terbaik, sementara 3 penyuluh lainnya menerima penghargaan kategori Lifetime Achievement.
Kepada blokBojonegoro.com, Mbak Khotim yang juga sebagai penasihat Pengurus Cabang IKAMI ATTANWIR Yogyakarta itu bercerita mengenai perjalanan hingga lolos ke tingkat nasional. Awalnya, ia harus mengikuti seleksi di tingkat kabupaten untuk dikirim ke tingkat provinsi. Begitupula saat lolos di tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ia harus bersaing dengan banyak penyuluh yang luar biasa.
"Saya harus benar-benar bisa menyuguhkan yang terbaik program Inovasi dari kabupaten sampai provinsi. Mulai membuat portofolio, video program hingga karya tulis ilmiah," kata Mbak Khotim melalui sambungan telepon, Selasa (26/8/2025).
Tidak berhenti disitu saja, dirinya juga harus mendengarkan pendapat publik atas performa menjalankan program. Saat mengedukasi remaja untuk penurunan stunting dan kawin anak, dirinya mengedepankan peningkatan kapasitas remaja. Sehingga dibuatlah pre test dan post test untuk mengukur perubahan dan tindakan nyata.
"Saya juga membentuk remaja penggerak, yakni konselor sebaya untuk isu stunting dan kawin anak," pungkasnya.
Tentang Khotimatul Husna
Perempuan yang murah senyum dan ramah ini ternyata asli Bojonegoro lho!. Lahir di Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, 27 Maret 1976 lalu, dari orang tua bernama H. Anwar Dawud dan ibu Hj. Siti Maskanah. Sewaktu kecil, Khotimatul Husna ngaji dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an kepada ayah dan ibunya sendiri.
Kemudian menempuh pendidikan formal tingkat dasar MI di Kapas (1983-1989). Setelah itu, Khotimatul Husna menempuh pendidikan di MTs Islamiyah, Talun Sumberejo (1989-1992), yang ada di Pondok Attanwir; dan diteruskan ke MA Islamiyah, yang juga di Pondok Attanwir (1992-1995). Ketika di Pondok Attanwir ini, Khotimatul Husna sudah aktif Persatuan Pelajar Madrasah (PPM) atau OSIS.
Setelah lulus dari pendidikan di Attanwir, Khotimatul Husna terus melanjutkan kuliah ke IIQ, Jakarta, tetapi tidak sempat diteruskan. Setelah itu, Khotimatul Husna mondok sebentar di Pondok Langitan, Widang Tuban, yang saat itu diasuh oleh KH. Abdullah Faqih (1995-1996).
Di Langitan, Khotimatul Husna, sempat menghafal Al-Qur’an 4 juz, dan ngaji kepada Nyai Hj. Abdullah Faqih, dan sering mendengarkan KH. Abdullah Faqih sendiri ngaji. Pada saat yang sama, atas anjuran ibunya, Khotimatul Husna, ngaji juga pesantren kilat Ramadan di Pondok Al-Hikmah Singgahan Tuban, kepada KH. Husnan Dimyati, dan menjadi santri generasi awal ketika sang kyai pondok ini menyelenggarakan pengajian.
Pada tahun 1996, dari mondok di Langitan, Khotimatul Husna, kemudian meneruskan pendidikan ke Yogyakarta, masuk di Fakultas Syariah, jurusan al-Akhwal asy-Syakhsiyah, dan lulus tahun 2000. Di kampus ini, dirinya belajar banyak hal tentang organisasi mulai menjadi anggota PMII, IPPNU, organisasi intra kampus dan menjadi anggota redaksi Majalah Advokasia (1997-1999).
Berkat pengalamannya di dunia keredaksian, Khotimatul Husna kemudian bekerja di penerbitan Indonesia Tera, Magelang (2001-2004); menjadi editor di penerbit Mahatari (awal 2005); dan Pilar Media (akhir 2005). Karena turut serta dengan suaminya, tepatnya tahun 2006, dirinya pindah ke Malang dan membuka cabang LKiS di sana. Dan tetap berkiprah dalam kepenulisan dengan menulis di berbagai media dan juga menyusun buku. Di antara buku karyanya berjudul “Pedoman Membangun Toleransi”, “Sukses Berbisnis ala Nabi”, “Terapi Nabi Mengikis Terorisme”, dan beberapa yang lain.
Meski berpindah domisili, naluri untuk berorganisasi dan bermasyarakat tak pernah padam di dirinya. Di Malang, dia membuka pengajian Ar-Rifahah untuk belajar membaca Al-Qur’an dan ngaji di Perumahan Graha Sejahtera Residence, selain juga aktif di PKK Perumahan. Pengajian ar-Rifahah ini, beberapa kali mendatangkan KH. Marzuki Mustamar, Dr. Faishal Fatawi, dan lain-lain. Sampai saat ini, majelis ta’lim ini masih berjalan.
Sejak tahun 2010, akhirnya perempuan ramah ini kembali ke Yogyakarta dan mulai aktif di Fatayat Kota Yogyakarta sebagai sekretaris (2010-2014). Pada saat yang sama, Khotimatul Husna juga aktif di KNPI Yogyakarta. Keaktifannya membawanya menjadi pengurus PW Fatayat NU DIY Bidang Sosial (2015-2017). Setelah ikut pemilihan dalam Konferensi PW Fatayat NU DI Yogyakarta untuk masa khidmat 2017-2022, Khotimatul Husna akhirnya terpilih sebagai Ketua PW Fatayat NU DIY. Dan sekarang ia telah menjadi pengurus di PW Muslimat NU DIY. [mad]
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published