Reporter: Rizki Nur Diansyah
blokBojonegoro.com - Malam puncak peringatan Hari Jadi Bojonegoro (HJB) ke-348 berlangsung khidmat dan meriah. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menggelar ritual sakral penyemayaman Api Abadi dari Kayangan Api di Pendapa Malowopati Pemkab Bojonegoro, Minggu (19/10/2025) petang.
Api abadi tersebut, mulanya diambil dari Kayangan Api, Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, pada Minggu siang. Mewakili Pemkab Bojonegoro, Camat Ngasem Iwan Sopian menyerahkan api dari sumber gas bumi itu kepada barisan pelari pengantar obor untuk dibawa menuju pusat kota.
Api abadi tak langsung disemayamkan di Pendapa Malowopati. Melainkan di Gedung Bakorwil Bojonegoro terlebih dahulu. Selanjutnya, Camat Ngasem diiringi dengan hadrah membawa api tersebut, diserahkan ke Camat Kota Mochlisin Andi Irawan.
Iring-iringan kirab api oleh Camat Kota berlanjut hingga ke Gerbang Pendopo Malowopati. Di gerbang tersebut, Camat Kota memberikan api abadi kepada Ketua DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar, untuk selanjutnya diserahkan ke Bupati Bojonegoro Setyo Wahono untuk disemayamkan dalam tungku.
Selain prosesi penyemayaman api, Pemkab Bojonegoro juga menggelar tumpengan serta doa bersama lintas agama. Selain itu, pada momen tersebut juga ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Pemkab Bojonegoro dan delapan kampus.
Dalam sambutannya, Bupati Setyo Wahono mengulas perjalanan panjang sejarah Kabupaten Bojonegoro yang berakar dari kebudayaan Mataraman dan kerajaan-kerajaan masa lampau.
“Trah Kabupaten Bojonegoro pada hakikatnya berakar dari masyarakat Mataraman, terutama wilayah Demak pada masa lampau. Dahulu, wilayah Bojonegoro masuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Demak dengan nama Kadipaten Jipang,” ulas Wahono.
Ia menceritakan, pada 20 Oktober 1677 lalu, melalui Perjanjian Jepara, antara Kerajaan Demak dan VOC, Jipang ditetapkan menjadi kabupaten. Saat itu, Raden Mas Tumapel yang menjabat sebagai Bupati Mancanegara Wetan, merangkap sebagai Bupati pertama Jipang, yang kemudian berkembang menjadi Bojonegoro.
“Orang Mataraman punya adat, kebersamaan dan jiwa gotong royong yang luar biasa. Sehingga tema perayaan HJB kali ini adalah ‘Bersinergi Untuk Bojonegoro Mandiri’. Sinergi itu melambangkan kebersamaan, kegotong-royongan, adat istiadat, dan melambangkan bahwa Bojonegoro adalah milik kita semua,” paparnya.
Bupati Wahono juga mengisahkan perubahan nama dan pusat pemerintahan Bojonegoro dari masa ke masa. Awalnya berpusat di Padangan, lalu dipindah ke Rajekwesi (kini Desa Ngumpakdalem, Kecamatan Dander) oleh Raden Tumenggung Haryo Matahun I, hingga akhirnya berpindah ke wilayah Bojonegoro sekarang di masa Raden Adipati Djojowidjojo.
“Dari pelajaran sejarah tersebut, setelah 348 tahun Bojonegoro berdiri, tentu semangat, keinginan dan perjuangan harus tetap kita nyalakan. Budaya gotong-royong dan kebersamaan dari budaya Mataraman harus dilanjutkan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada puncak peringatan Hari Jadi Bojonegoro ini, besok bakal digelar upacara bendera di Alun-alun Bojonegoro. Selanjutnya bakal dilakukan boyong museum dan pembukaan Museum Rajekwesi, yang berlokasi di gedung bekas Inspektorat Bojonegoro. [riz/mad]
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published